Wilujeng Sumping

Ulah mopohokeun diri maneh nu asal !!!!

Rabu, 26 Desember 2012

Ipomoea batatas (Ubi jalar ungu)

A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang amat besar. Kekayaan alam ini potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri yang bersumber dari alam. Dewasa ini masyarakat cenderung memilih untuk kembali ke alam. Obat-obatan, kosmetik, bahan pewarna makanan dan minuman serta tekstil banyak yang berbahan baku dari tumbuhan ataupun hewan.
Bahan pewarna berperan dalam produksi makanan dan minuman. Hal ini dikarenakan warna menjadi nilai untuk menentukan kualitas. Warna yang menarik akan memberikan kesan yang baik pada pembeli sehingga akan meningkatkan nilai jual serta dapat meningkatkan selera makan. Namun saat ini masih banyak produsen yang menggunakan pewarna sintetik. Alasannya harga pewarna sintetik lebih murah dan memiliki stabilitas yang lebih baik dari pewarna alami. Melihat keadaan ini banyak peneliti yang mulai memperkenalkan dan menggiatkan penggunaan bahan pewarna dari alam, salah satunya pigmen antosian yang terdapat pada umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas).
Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin dalam jumlah cukup besar. Warna ini didapat dari daging maupun kulitnya. Selain mengandung antosian, ubi jalar ungu juga merupakan sumber antioksidan dan beberapa zat lain yang berguna untuk kesehatan. Melihat prospek manfaat yang besar dan kemudahan dalam mendapatkan bahan bakunya,ubi jalar dapat dioptimalkan penggunaanya sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman.

B. PEMBAHASAN
Makanan dan warna berkaitan erat dalam kehidupan manusia sehari-hari. Makanan atau minuman yang berwarna mencolok, membuat orang tertarik untuk melihat, membeli, bahkan memakannya. Warna merupakan salah satu sifat penting makanan yang dapat menambah selera makan. Beberapa alasan penambahan bahan pewarna dalam makanan antara lain :
• mengurangi atau mencegah hilangnya warna makanan yang disebakan oleh adanya paparan sinar matahari, suhu yang ekstrem, kelembaban, dan kondisi penyimpanan.
• Memperbaiki perubahan warna bahan makanan yang terjadi secara alami.
• Memperkuat warna yang secara alami sudah ada.
• Memperkuat identitas makanan dengan warna.
• Melindungi rasa dan vitamin yang dapat dipengaruhi oleh sinar matahari selama penyimpanan.
• Memberikan penampilan makanan sesuai keinginan konsumen.
Pewarna yang biasa dipakai dalam makanan dan minuman sehari-hari umumnya berasal dari pewarna sintetik. Bahan pewarna buatan digunakan secara luas karena kekuatan zat warnanya lebih kuat dibandingkan bahan pewarna alami. Karena itu, bahan pewarna buatan dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Lagi pula, bahan pewarna buatan lebih stabil, penampilan warna lebih seragam, dan umumnya tidak mempengaruhi rasa makanan. Namun, bahan pewarna buatan perlu disertifikasi oleh pihak yang berwenang sebelum dapat digunakan. Hal ini sebagai aturan untuk menjaga keamanan pemakaian sebab pewarna sintetik dapat menyebabkan beberapa penyakit bila dikomsumsi melebihi nilai ambang batas.
Melihat bahaya yang dapat ditimbulkan dari pewarna sintetis, masyarakat mulai melirik potensi bahan alam sebagai pengganti pewarna sintetik. Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah tanaman yang ada di sekitar rumah, salah satunya umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas) varietas warna ungu. Tanaman yang awalnya hanya sebagai pengganti nasi di daerah Papua, sekarang telah dibudidayakan lebih serius. Bahkan di beberapa daerah, Bali dan Tuban misalnya, menanamnya untuk produksi berbagai makanan olahan dari ubi. Dari tanaman ini dihasilnkan warna ungu yang menarik dan dapat digunakan sebagai pewarnba alami.
Tanaman ini ada 3 varietas, yaitu ubi jalar kuning, merah dan ungu. Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi jalar merah atau ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy) tetapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI). Makin pekat warna jingganya, makin tinggi kadar betakarotennya yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Namun dari ketiganya, yang mengandung paling banyak antosian adalah varietas yang berwarna ungu. Dua varietas ubi jalar ungu introduksi (Ayamurasaki dan Yamagawa-murasaki) saat ini telah diusahakan secara komersial di beberapa daerah di Jawa Timur dengan potensi hasil 15¬-20 ton/ha. Beberapa varietas lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya intensitasnya masih jauh dibanding kedua varietas tersebut
1. Tanaman penghasil

Sumber : kulit buah Ipomoea batatas
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : I. batatas
Nama Inggris : Sweet potato
Nama Indonesia : Ubi jalar
Nama Lokal : ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda)
Sinonim : Convolvulus batatas L. (1753), Convolvulus edulis Thunb. (1784), Batatas edulis (Thunb.) Choisy (1833).
Deskripsi :
Tumbuhan bergetah putih. Umbi akarnya sangat bervariasi bentuk, ukuran, warna kulit (putih, kuning, coklat, merah dan ungu) dan warna didalamnya (putih, kuning, jingga, ungu). Batang menjalar, bercabang-cabang. Daun tunggal tersusun spiral, helaian daun membundar telur, rata, bersudut atau bercuping menjari. Bunga aksiler, tunggal atau perbungaan terbatas, mahkota bunga bentuk corong, putih atau lembayung muda, ungu dibagian dalam tabungnya. Buah kapsul dengan 1-4 biji. Biji hitam.
Manfaat tumbuhan :
Sekitar 70-100 % umbi jenis ini telah dimanfaatkan untuk dikonsumsi di sebagian besar daerah tropik. Sekitar 10-30 % dikonsumsi sebagai sumber pangan, hanya 5-10 % untuk keperluan industri. Di Asia sekitar 30-35 % digunakan untuk industri alkohol maupun tepung. Di daerah tropik Asia termasuk Indonesia, jenis ini dimanfaatkan sebagai makanan tambahan, untuk kue, keripik, namun di Papua Nugini dan beberapa kepulauan Oseania jenis ini dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok. Daun mudanya sering kali dimakan untuk sayur.
(Prohati dan Wikipedia)
2. Cara ekstraksi
Bagian yang digunakan sebagai pewarna adalah daging buah dan kulitnya yang berwarna ungu. Pada bagian tersebut terdapat senyawa antosian. Untuk mendapat zat warna, terlebih dulu dengan memotong-motong bagian ubi hingga kecil dan dihancurkan hingga berbentuk serbuk. Serbuk ini kemudian diekstrasi dengan pelarut etanol dan HCl. Untuk menetralkan, digunakan NaOH. Melalui proses diatas dan analisa pH diferensial dapat diperoleh pewarna dengan warna dasar merah. Sifat asam yang terkandung pada ubi jalar menghasilkan warna merah tetapi dengan mengatur PH-nya bisa didapat warna lain. Untuk mendapatkan warna lain yang diinginkan, kita cukup menambahkan basa pada bahan ini.
Ubi jalar kaya akan serat diet, mineral, vitamin dan antioksidan seperti asam fenolat, antosianin, tokoferol dan beta karoten. Selain bekerja sebagai antioksidan, senyawa karotenoid dan fenolat juga menjadikan ubi jalar menjadi menarik dengan warna krem, kuning, oranye dan ungu. Kandungan fenolat pada ubijalar sekitar 0,14 - 0,51 mg/g berat segar. Ubi jalar ungu mengandung 0,4 - 0,6 mg antosianin/g berat segar.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam bahan pangan atau sistem biologis. Dua metode yang umum digunakan dalam uji aktivitas antiokisdan adalah DPPH dan ABTS. Generator radikal bebas yang dipakai dlam DPPH adalah 2,2-diphenyl-l-picrylhydrazyl dan dalam ABTS adalah 2,2′-azinobis(3-ethyl-benzothiazoline-6-sulfonic acid.



Ekstraksi fraksi lipofilik dan hidrofilik (untuk analisis)
Tepung ubi jalar divorteks selama dua menit dalam heksan. Campuran kemudian disaring menggunakan Buchner funnel. Ekstraksi dilakukan dua kali dan ekstrak lipofilik yang diperoleh dievaporasi pada suhu 500C menggunakan vakum evaporator.Residu setelah ekstraksi heksan kemudian di ekstraksi dua kali dengan metanol asam (asam asetat 7 % dalam metanol 80%) untuk memperoleh fraksi hidrofobik.
Pewarna dari ubi jalar ini umumnya digunakan pada minuman meskipun dapat juga digunakan pada makanan. Penggunaan di minuman lebih mudah dilakukan karena lebih banyak bahan minuman yang meiliki sifat asam. Pewarna dari ubi jalar bisa digunakan pada es krim, selai dan minuman anggur. Untuk pewarna makanan, ubi jalar dapat digunakan pada mie, pizza, dan macam-macam kue. Karena terbuat dari bahan alami maka penggunaan zat warna ini terhadap makanan dan minuman lebih aman dibandingkan pewarna sintetis. kelebihan lainnya juga tidak mempengaruhi rasa pada makanan dan minuman yang digunakan.
3. Zat kimia yang berperan
Selain antosian dan betakaroten, warna jingga pada ubi jalar memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa Lutein dan Zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil, merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan Zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar ungu juga kaya vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari.Warna ungu yang dihasilkan ubi jalar berasal dari kandungan antosian. Antosianin adalah zat warna alami golongan flavonoid yang tersebar luas di alam. Senyawa antosian memberikan warna merah, ungu, dan biru pada beberapa bunga, buah, dan sayuran. Dalam tanaman, antosianin ditemukan hampir diseluruh bagian tanaman, misalnya kulit buah, mahkota bunga, dan akar.
Zat wana antosianin bersifat tidak stabil dan mudah terdegradasi. Stabilitasnya dipengaruhi oleh pH, suhu ppenyimpanan, cahaya, enzim, oksigenasi, perbedaan struktur dalam antosian dan konsentrasi dari antosian. Antosianin berada dalam bentuk glikosida, bila dipecah akan menghasilkan gula dan antosianidin sebagai aglikonnya. Bagian terpenting dari glikosida antosianin adalah aglikon antosianidin (kation flavilium) yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, sehingga dapat diserap pada panjang gelombang 500 nm dan menyebabkan senyawa ini padat ditangkap oleh mata. Antosian larut dan stabil dalam air karena merupakan suatu glikosida. Dalam bentuk glikosida, antosian dibedakan berdasarkan jenis gula yang menempel pada aglikonnya. Gula yang paling umum terikat pada aglikon antosianidin antara lain : monosakarida (glukosa, ramnosa, arabinosa, xilosa), disakarida, dan trisakarida (yang paling umum adalah rutinosa, sofosa, sambubiosa, dan glukorotinosa).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas antosian, yaitu:
1. pH
Antosian lebih stabil pada media asam daripada media basa. Namun, antosian dapat digunakan untuk menampilkan berbagai variasi warna dalam rentang pH 1-14. Karena sifatnya ini, pewarna ungu dari ubi jalar lebih cocok untuk pewarna minuman pH rendah, seperti sirup, wine.
2. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi dapat menaikkan degradasi antosian. Temperatur dan pH saling berhubungan. Temperature naik pada pH 2-4. Naiknya temperaturdapat menginduksi rusaknya struktur.
3. Cahaya
Efek pencahayaan pada antosian bekerja 2 arah. Pada satu sisi cahaya sangat diperlukan pada biosintesis antosian, tetapi berpengaruh juga terhadap degradasinya. Antosianin dapat lebih lama dan baik dalam menyimpan warna dalam keadaan gelap.
4. Gula
Gula termasuk semua produk degradasinya dapat menurunkan stabilitas antosian. Selain itu dari beberapa jenis gula yang telah diuji (sukrosa, fruktosa, glukosa, dan xilosa) ternyata dapat meningkatkan degradasi antosian dengan mekanisme berformasi membentuk polimer pigmen dan browning (pencoklatan). Namun penambahan gula (sukrosa) ± 20% ternyata dapat melindungi antosian dari degradasi, browning, dan konformasi polimer pigmen. Dalam hal ini ketika antosian disimpan dalam keadaan beku.

Efek Pengolahan Terhadap Komposisi Kimia & Fisik Ubi Jalar Ungu Dan Kuning
Komposisi ubi jalar ungu klon MSU dan Ayamurasaki seperti terlihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Komposisi Fisiko-kimia dari ubi jalar ungu
Sifat Kimia dan Fisik MSU 03028-10 AYAMURASAKI
Kadar air
Kadar abu (%) 60,18
2,82 67,77
3,28
Kadar pati (%) 57,66 55,27
Gula reduksi (%) 0,82 1,79
Kadar lemak (%) 0,13 0,43
Kadar serat (%) ? ?
Kadar antosianin (mg/100g) 1419,40 923,65
Aktivitas antioksidan (%)* 89,06 61,24
Warna (L*) 34,9 37,5
Warna (a*) 11,1 14,2
Warna (b*) 11,3 11,5

Seperti terlihat pada Tabel 1. Kandungan antosianin lebih tinggi pada MSU 03028-10 dari pada klon Ayamurasaki.
Efek pengolahan penggorengan, pengukusan dan pengolahan ubi menjadi selai dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Persentase Retensi Kadar Total Antosianin pada Ubi Jalar Ungu
Klon/varietas Proses Total antosianin (mg/100g bk) Persentase Retensi (%)
MSU 03028-10 Segar 1419,40 100
Goreng ? 41
Kukus ? 50
Selai ? 48
Ayamurasaki Segar 923,65 100
Goreng ? 72
Kukus ? 91
Selai ? 30

Hampir 50% kadar antosianin penyebab warna ungu pada ubi jalar ungu rusak akibat penggorengan, pengukusan dan pembuatan selai pada klon MSU 03028-10. Sedang kerusakan sekitar 10 – 30% terjadi pada ayamurasaki akibat penggorengan dan pengukusan, namun hampir 70% warna ungu rusak akibat proses pembuatan selai.

4. Manfaat dan khasiat
Ubi jalar ungu mengendalikan produksi hormon melatonin yang dihasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan yang menjaga kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus memperbaiki jika ada kerusakan. Asupan vitamin A yang kurang akan menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan daya ingat berkurang. Keterbatasan produksi melatonin berakibat menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Ubi jalar ungu yang berlimpah vitamin A dan E dapat mengoptimumkan produksi hormon melatonin. Dengan rajin makan ubi jalar ungu, ketajaman daya ingat dan kesegaran kulit serta organ tetap terjaga. Sebuah keunikan, kombinasi vitamin A (betakaroten) dan vitamin E dalam ubi jalar ungu dapat bekerja sama menghalau stroke dan serangan jantung. Kesimpulan dari sebuah penelitian menyebutkan kalium yang terkandung dalam ubi jalar ungu memangkas 40% risiko penderita hipertensi terserang stroke fatal, tekanan darah tinggi pun menurun 25%.
Menyantap ubi jalar ungu 2 -3 kali seminggu membantu kecukupan serat. Apabila dimakan bersam kulitnya ubi jalar akan menyumbang serat lebih banyak. Kandungan serat dalam ubi jalar ungu sebagian besar merupakan serat larut (soluble fiber), yang bekerja seperti busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak atau kolesterol, sehingga kadar lemak atau kolesterol dalam darah tetap terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu bubuk. Oligosakarida tersebut juga bermanfaat untuk mencegah konstipasi, wasir, kanker kolon, memelihara keseimbangan flora usus dan bersifat prebiotik, yaitu merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih sehat. Selain itu Oligosakarida mempermudah buang angin, namun pada beberapa orang yang sangat sensitif, oligosakarida dapat mengakibatkan perut kembung. Ini sebabnya setelah menyantap ubi, orang sering kentut.
Pada zaman global saat ini kehidupan dengan aktivitas fisik berat serta pengaruh lingkungan akan menyebabkan radikal bebas sulit dihindari, sehingga perlu diusahakan untuk meningkatkan antioksidan dalam tubuh.Selain vitamin E dan vitamin C ternyata beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiat antioksidan. Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alam yang disebut antosianin. Kadar antosianin cukup tinggi terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan seperti red wine, anggur, dan umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L).
Berdasarkan penelitian dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana di Bali ditemukan bahwa tumbuhan umbi ubi jalar ungu yang umbinya mengandung antosianin cukup tinggi yaitu berkisar antara 110 mg sampai 210 mg/100 gr. Pemanfaatan jenis umbi ubi jalar ungu tersebut telah teliti dan telah dikembangkan dalam berbagai bentuk suplemen yang siap pakai, penelitian mengenai kemampuan umbi ubi jalar ungu sebagai antioksidan secara pasti pada darah dan berbagai organ tubuh belum ada. Sementara budidaya tanaman ini tidak sulit untuk dikembangkan, maka penelitian tentang khasiat antioksidan dari umbi ubi jalar ungu perlu dilakukan khususnya terhadap hati. Mengingat hati merupakan organ yang besar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang amat penting dan rentan terhadap pengaruh radikal bebas.
Penelitian tentang efek antioksidan umbi ubi jalar ungu terhadap proteksi sel hati dilakukan pada hewan percobaan mencit dewasa. Dari hasil penelitian terbukti bahwa pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu yang mengandung zat warna antosianin dapat mengurangi kadar ALT dan AST dalam tubuh mencit. Penurunan ALT dan AST ini terjadi setelah pemberian ekstrak yang belum diolah dan yang telah diolah pada hewan percobaan yang diberikan beban aktivitas fisik berat maksimal. Dari hasil penelitian nampak pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu yang mengandung antosianin dapat mengurangi pengaruh radikal bebas terhadap jaringan hati mencit. Terlihat dari menurunnya AST dan ALT dibandingkan tanpa pemberian esktrak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian pada pelari marathon dimana terjadi peningkatan ALT dan AST secara bermakna.

5. Contoh aplikasi
1. Mie telo
Mie ini ada di Jawa Timur. Bahan utama mie ini dibuat dari ubi jalar ungu, jadi tidak salah kalau mienya berwarna ungu, lain dari mie biasa yang berwarna putih atau kuning. Warna ungu dari mie ini menjadi keunikan dan daya tarik tersendiri, warna ungu mie ini didapat dari warna ungu alami ubi jalar sebagai bahan baku utama, dikemasan mie juga tertulis tanpa bahan pewarna tambahan.

2. Es krim

3. Pizza dan hamburger
4. Sirup



C. KESIMPULAN
Saat ini masyarakat cenderung memilih gaya hidup sehat dengan cara memakai bahan-bahan dari alam di berbagai kesempatan. Kosmetik, obat-obatan, makanan dan minuman adalah contoh industri yang sedang mengalami peningkatan dalam penggunaan produk alami sebagai bahan bakunya. Makanan dan minuman sangat berkaitan dengan warna. Sebab warna yang menarik akan membuat konsumen ingin melihat dan mencobanya. Pewarna alami yang biasa digunakan berasal dari pigmen antosianin (suatu jenis flavonoid). Pigmen ini tersebar luas dalam tanaman. Salah satu tanaman yang mengandung antosian adalah ubi jalar (Ipomoea batatas) warna ungu.
Ubi jalar ungu mengandung antosian dalam jumlah besar, karbohidrat, betakaroten, vitamin E, Kalsium dan zat besi juga serat. Warna ungu tersebut dapat diperoleh dari daging buah dan kulit umbi ubi jalar. Cara mendapatkan warna ungu ini cukup mudah, yakni serbuk ubi jalar diekstrasi dengan pelarut etanol dan HCl. Untuk menetralkan, digunakan NaOH. Sebagai pewarna makanan contohnya mie dan es krim, sedangkan penggunaan pada minuman yaitu pembuatan sirup dan wine. Selain sebagai pewarna makanan dan minuman, ubi jalar dapat berguna sebagai antioksidan kuat. Hal ini akibat adanya betakaroten yang berguna sebagai provitamin A yang mampu mencegah radikal bebas. Selain itu dapat mencegah diabetes karena kandungan gulanya yang sederhana. Kestabilan antosian pada ubi jalar dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, dan gula yang ditambahkan. Oleh karena itu pengembangan ubi jalar sebagai pewarna perlu diteliti lebih lanjut.

D. DAFTAR PUSTAKA
http://www.proseanet.org/florakita/browser.php?pcategory=2 (diakses pada 24 April 2009)
http://www.widyamandala.org/news.php?ID=1&action=detail&id=38 (diakses pada 24 April 2009)
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/691/ (diakses tanggal 30 april 2009)
http://www.antara.co.id/arc/2007/4/22/sirup-ubi-ungu-bali-kian-diminati/ (diakses tanggal 30 april 2009)
http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/page/2/ (diakses tanggal 30 april 2009)
http://ptp2007.wordpress.com/2008/07/08/ekstraksi-antosianin-dari-ubi-jalar/ (diakses tanggal 30 april 2009)

EKSTRAKSI DAN PREPARASI ZAT WARNA ALAMI SEBAGAI
INDIKATOR TITRASI ASAM BASA
Siti Marwati
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY


Abstrak
Berbagai macam tumbuhan di Indonesia dapat menghasilkan zat warna alami yang dapat digunakan sebagai indikator alami titrasi asam basa khususnya kubis ungu(Brassica oleracea), ubi ungu (Ipomea batatas), bit merah (Beta vulgaris), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis), bunga rosela (Hibiscus sabdarifa) dan lain-lain. Zat warna dapat berfungsi sebagai indikator alami jika memberikan perubahan warna yang mencolok pada kondisi asam dan basa, mempunyai tingkat kecermatan dan keakuratan yang tinggi jika diaplikasikan pada titrasi asam basa. Oleh karena itu diperlukan metode preparasi dan ekstraksi yang tepat agar diperoleh suatu indikator yang baik. Preparasi dan ekstraksi zat warna alami mempengaruhi karakter zat warna tersebut. Berdasarkan hasil kajian ini diperoleh bahwa Indikator alami titrasi asam basa dapat diperoleh dengan cara ekstraksi senyawa dari tumbuh-tumbuhan  penghasil zat warna. Senyawa-senyawa zat warna alami antara lain antosianin, betalain, biksin dan brasilin.  Preparasi indikator alami dapat dibuat dalam bentuk larutan yang diesktrak dengan pelarut yang tepat dan digunakan dalam bentuk larutan, kertas pH dan serbuk.  Indikator alami dalam bentuk kertas pH dan serbuk dapat digunakan relatif lebih lama daripada indikator alami dalam bentuk larutan.

Kata Kunci: preparasi, ektraksi, indikator alami

PENDAHULUAN
Indikator  titrasi asam basa merupakan suatu zat yang digunakan sebagai penanda terjadinya titik titrasi pada analisis volumetri khususnya metode titrasi asam basa. Suatu zat dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa jika dapat merubah warna suatu larutan seiring dengan terjadinya perubahan konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH. Biasanya indikator titrasi asam basa merupakan suatu senyawa organik yang bersifat sebagai asam lemah dan dapat mendonorkan ion hidrogen untuk molekul air membentuk basa konjugat. Kondisi inilah yang dapat memberikan warna karakteristik  pada setiap penggunaan indikator titrasi asam basa.
Berbagai indikator titrasi asam basa telah banyak digunakan. Indikator-indikator yang ada kebanyakan merupakan indikator sintetik misalnya indikator fenol ptalein, metil jingga, metil merah, bromtimol biru dan lain-lain. Berbagai indikator ini telah diketahui karakternya yaitu berupa trayek pH yang ditunjukkan oleh perubahan warna pada kondisi asam dan basa serta harga tetapan indikator. Karakter indikator ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan indikator yang akan digunakan untuk titrasi asam basa, sebagai contoh untuk titrasi asam kuat dan basa kuat paling tepat menggunakan indikator fenol ptalein karena dapat memberikan perubahan warna yang sangat jelas pada kondisi asam dan basa yaitu warna transparan pada kondisi asam dan warna pink pada kondisi basa.
Meskipun indikator sintetik telah banyak digunakan, eksplorasi indikator titrasi asam basa sampai saat ini masih dilakukan khususnya penggunaan indikator alami. Indikator alami merupakan zat warna atau pigmen yang dapat  diisolasi dari berbagai tumbuh-tumbuhan, jamur dan alga. Bagian tumbuhan yang paling banyak menghasilkan warna adalah bagian bunga. Sebagai contoh warna merah, biru atau ungu merupakan pigmen organik yang disebut antosianin yang dapat merubah warna pada setiap perubahan pH  (Shudarshan, S., et al, 2010). Untuk mendapatkan zat warna dari suatu tumbuhan diperlukan metode yang tepat agar diperoleh zat warna yang dapat berfungsi sebagai indikator alami titrasi asam basa.
Indikator alami yang diperoleh dari zat warna tumbuh-tumbuhan khususnya bagian bunga mempunyai sifat spesifik yaitu mempunyai trayek pH tetentu, mempunyai tingkat kecermatan dan keakuratan tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh cara eketraksi dan preparasinya. Berdasarkan uraian di atas maka artikel kajian ini akan mengulas tentang ektraksi dan preparasi zat warna alami sebagai indikator titrasi asam basa. Kajian ini akan meninjau dari senyawa zat warna alami, bahan pengekstrak, metode ektraksi dan preparasinya agar dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa.

Pembahasan
Zat Warna alami
Zat warna alami (natural dyes) adalah zat warna yang diperoleh dari alam khususnya dari tumbuh-tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung. Setiap tanaman dapat sebagai sumber zat warna alam karena mangandung pigmen. Potensi ini ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan dan sangat tergantung kepekaannya dalam fungsinya sebagai indikator titrasi asam basa. Beberapa contoh zat warna yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Zat Warna Alami(Varnacol, 2010)
Warna
Sumber Utama
Senyawa Zat Warna
Merah keunguan
Kubis ungu (Brassica oleracea), ubi ungu (Ipomea batatas), bunga rosela(Hibiscus sabdariffa), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis)
Antosianin
Merah
Umbi bit Merah (Beta Vulgaris)
Betalain
Orange
Biji Kesumba kling(Bixa ollerana)
Biksin
Orange
Kayu secang(Caesalpinia sappan)
Brazilin

Berdasarkan tabel 2.menunjukkan bahwa tumbuhan penghasil zat warna mengandung senyawa-senyawa berwarna. Senyawa zat warna yang paling dominan penggunaanya sebagai indikator titrasi asam basa adalah antosianin karena zat tersebut paling banyak diperoleh dari bunga-bunga berwarna.  Antosianin mempunyai sifat larut dalam air membentuk zat warna. Dalam suasana asam berwarna merah dan lebih stabil. Dalam suasana basa berwarna biru. (Siti Marwati, 2010). Antosianin dapat membentuk senyawa-senyawa turunannya yaitu antosianidin, sianidin, pelargonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin. Antosianidin  adalalah senyawa flavanoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani yaitu antho berarti bunga, dan kyanos berarti biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin, sianidin yang terjadi sekitar 80 % dari pigmen daun tumbuhan, 69 % dari buah-buahan dan 50 % dari bunga (Diyar Salahudin Ali, 2009).
Selain antosianin, warna merah juga dihasilkan dari senyawa betalain yang mengandung nitrogen dan larut dalam air. Betalain terdiri dari senyawa betasantin dan betasianin. Betasantin bersifat larut dalam air membentuk larutan berwarna merah. Stabil dalam larutan panas (60 oC), cahaya dan udara terbuka. Senyawa tersebut lebih stabil pada kondisi pH 3,5-5,0.(Varnacol, 2010). Pigmen betasantin berwarna kuning dan betasianin berwarna ungu.
 Warna orange  dapat dihasilkan dari senyawa biksin yang terdapat pada biji kesumba kling. Senyawa biksin sedikit larut dalam minyak atau pelarut-pelarut organik seperti metanol. Senyawa biksin terdiri dari Cis-biksin dan Cis-norbiksin. Cis-norbiksin larut dalam air khusunya pada kondisi basa. Larutan norbiksin dapat terendapkan pada kondisi asam tetapi struktur cis-norbiksin paling stabil  pada pH 3 (Varnacol, 2010).
Warna orange juga dapat dihasilkan dari kayu secang yang mengandung senyawa brazilin. Brazilin membentuk warna kekuningan pada larutan asam dan berwarna merah tua pada larutan basa (Kellar, E. 1999). Brazilin akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari dan perubahan secara lambat karena pengaruh cahaya. Oleh karena itu brazilin harus disimpan dalam tempat gelap. Brazilin yang terdapat pada kayu secang dapat digunakan sebagai zat warna alami yang memberi warna merah dan bersifat mudah larut dalam air panas(Sanusi, M. 1993).

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI
Pengambilan zat warna alami dapat dilakukan dengan proses ektraksi. Proses ini melibatkan adanya transfer massa dari padatan ke fasa cairan yang lebih dikenal dengan ektraksi padat cair.  Menurut Samun(2008), peristiwa ekstraksi dapat dianggap sebagai transfer massa yang meliputi difusi zat warna dari dalam padatan ke permukaan padatan, perpindahan massa zat warna dari permukaan padatan ke cairan dan difusi zat warna di dalam cairan.
Penggunaan zat warna alami sebagai indikator titrasi asam basa diawali dengan proses ekstraksi dari tumbuh-tumbuhan misalnya pada bagian bunga. Bahan pengekstrak dalam hal ektraksi padat cair disebut sebagai fasa cair antara lain akuades, akuades panas, n-heksana, metanol, campuran metanol-HCl dan campuran etanol-air (Rastra Bayu Kotama, 2008). Penggunaan fasa cair  ini disesuaikan dengan sifat-sifat senyawa dalam zat warna alami.
Ekstraksi dengan menggunakan metanol dan direndam selama 2 jam telah dilakukan untuk mendapatkan zat warna dari bunga rosela, bunga sepatu, bunga mawar merah dan kubis ungu. Hasil ekstraksi menghasilkan warna merah pekat untuk bunga rosela, pink untuk bunga sepatu, merah untuk bunga mawar merah dan merah keunguan untuk kubis ungu (Pruetong, S., et al, 2009). Karakter berupa trayek pH juga dipengaruhi oleh fasa cair yang digunakan pada proses ektraksi. Hal ini dapat dilihat contoh perubahan warna untuk setiap perubahan pH (1-14) pada beberapa bunga berwarna seperti pada Gambar 1)

Indikator Bunga Mawar
Indikator Bunga Rosela
Indikator Bunga Sepatu
Indikator Kubis Ungu
     
Gambar 1. Contoh Perubahan Warna pada Setiap Perubahan pH pada Beberapa Indikator Alami (Pruetong, s., et al, 2009)
Ekstraksi yang telah dilakukan untuk mendapatkan zat warna alami sebagai indikator titrasi asam basa adalah ekstraksi melalui proses maserasi atau perendaman. Sebagai contoh ekstraksi zat warna dari kubis ungu dapat dilakukan dengan aquades suhu 100 oC dan ditempatkan pada botol gelap tertutup serta dibiarkan selama 24 jam menghasilkan warna ekstrak biru keunguan dan trayek pH 3,4 – 6 (Regina Tutik Padmaningrum, dkk, 2007).  Kubis ungu yang diekstrak dengan menggunakan campuran metanol dan HCl pekat sebanyak 1 %  ditempatkan pada botol gelap tertutup suhu 25 oC dapat menghasilkan warna ekstrak merah keunguan dan trayek pH 6,8 – 7,2 (Chigurupati, N.,dkk., 2002). Kubis ungu yang telah dikeringkan kemudian diekstrak dengan aquades suhu 100 oC ditempatkan dalam botol gelap dan tertutup menghasilkan warna ekstrak merah pekat dan trayek pH 8,8 – 10,7 (Candra Ajityas AS, 2010). Warna ekstrak yang berbeda-beda ini menunjukkan bahwa jenis antosianin yang berperanan dalam menghasilkan warna merah dan biru dipengaruhi oleh proses ekstraksinya.
Ekstraksi zat warna alami juga dapat dilakukan pada bunga sepatu dan bunga rosela. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan cara maserasi di dalam akuades panas suhu 90 oC yang mengandung etanol 96%. Perendaman dilakukan selama 2 jam dan dipeoleh warna merah. Hasil ekstraksi dapat berfungsi sebagai indikator alami titrasi asam basa karena dapat berubah warna seiring dengan perubahan pH (Yusraini Dian Inayati Siregar dan Nurlela, 2011)
Selain ektraksi antosianin telah dilakukan pula ektraksi betasianin oleh Erza Bestari (2009). Betasianin dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 80 % dengan cara dimaserasi atau direndam. Warna yang dihasilkan adalah warna kuning yang stabil pada pH 4,5.  Secara umum proses ekstraksi mempengaruhi warna yang dihasilkan dan karakter dari indikator titrasi asam basa khususnya untuk karakter trayek pH.

PREPARASI INDIKATOR ALAMI TITRASI ASAM BASA
Indikator titrasi asam basa dapat disediakan dalam berbagai bentuk. Jika meninjau fungsi indikator titrasi asam basa selain sebagai penanda titik akhir titrasi berfungsi pula  sebagai alat untuk membedakan suatu larutan bersifat asam atau basa. Beberapa indikator baik indikator sintetik maupun indikator alami, biasanya indikator titrasi asam basa disediakan dalam bentuk larutan contoh indikator fenol ptalein. Selain dalam bentuk larutan, telah dikenal pula kertas lakmus dan kertas pH yang dapat berfungsi sebagai alat untuk membedakan larutan bersifat asam atau basa.
Seperti telah diketahui bahwa indikator alami mempunyai kelemahan yaitu indikator alami dalam bentuk larutan mudah rusak, larutan tidak tahan lama dan berbau tidak sedap. Hal ini juga akan mempengaruhi tingkat kecermatan dan keakuratannya jika digunakan sebagai indikator titrasi asam basa (Siti Marwati, 2010). Oleh karena itu preparasi indikator alami titrasi asam basa perlu meninjau tingkat kestabilan dari senyawa-senyawa zat warna yang terdapat dalam tumbuhan.
Berbagai upaya yang dilakukan agar indikator alami titrasi asam basa dapat dipakai dalam waktu yang lama adalah dengan menyimpan larutan pada kondisi senyawa tersebut lebih stabil. Sebagai contoh agar kestabilan warna ekstrak kubis ungu sebagai indikator alami titrasi asam basa  relatif tinggi maka indikator tersebut disimpan dalam bentuk larutan pada kondisi asam, dalam wadah gelap dan tertutup. Agar indikator tersebut dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama (kurang lebih 3 bulan) maka indikator tersebut disimpan pada temperatur 15 oC (Siti Marwati, 2011).
Indikator alami titrasi asam basa dapat dipreparasi dalam bentuk kertas pH yang dapat dibuat dengan mencelupkan kertas saring ke dalam ekstrak zat warna alam. Selanjutnya, kertas tersebut dikeringanginkan sehingga diperoleh kertas yang berwarna tertentu. Sebagai contoh kertas pH dari ekstrak bunga rosela berwarna merah, warna krem untuk ekstrak bunga sepatu, warna merah keunguan untuk bunga mawar dan warna ungu untuk kubis ungu (Pruetong, S., et al.2009). Setelah diperoleh kertas pH dapat dicobakan dengan mencelupkan kertas tersebut ke dalam larutan asam dan larutan basa. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
Kertas pH dari Ekstrak Bunga Mawar Merah
Kertas pH dari Ekstrak Bunga Rosela
Kertas pH dari Ekstrak Bunga Sepatu
Kertas pH dari Ekstrak Kubis Ungu
Gambar 2. Preparasi Indikator Alami Titrasi asam Basa dalam Bentuk Kertas pH
Gambar 2 menunjukkan bahwa indikator alami titrasi asam basa yang dipreparasi dalam bentuk kertas pH dapat digunakan sebagai alat untuk menunjukkan suatu larutan bersifat asam atau basa dan dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama jika disimpan dalam tempat yang tidak terkena matahari secara langsung. Kelemahannya tidak dapat menunjukkan harga pH secara pasti meskipun lebih mudah dan murah cara preparasinya. Selain itu, preparasi indikator alami dalam bentuk kertas pH dapat diaplikasikan untuk ekstrak zat warna lainnya selain seperti yang  terlihat pada gambar 2.
Indikator alami titrasi asam basa selain dipreparasi dalam bentuk kertas pH dan larutan dapat  juga dipreparasi dalam bentuk serbuk (powder) agar dapat disimpan dalam waktu yang lama dan tidak mudah rusak. Untuk membuat indikator alami dalam bentuk serbuk dapat dilakukan dengan cara dikeringkan dengan oven pada suhu tertentu dan tetap memperhatikan kestabilannya pada saat pengeringannya agar senyawa zat warna alami tidak rusak. Preparasi ini memerlukan biaya yang relatif mahal tetapi indikator dapat dipakai secara berulang. Contoh indikator alami titrasi asam basa yang dipreparasi dalam bentuk serbuk dapat dilihat pada Gambar 3.
Serbuk Ekstrak Bunga Mawar Merah

Serbuk Ekstrak bunga Rosela
Serbuk Ekstrak Bunga Sepatu
Serbuk Ekstrak Kubis Ungu
Gambar 3. Indikator Alami dalam Bentuk Serbuk (Pruetong, S., et al, 2009)

Aplikasi indikator alami titrasi asam basa dalam bentuk serbuk dapat dilakukan dengan melarutkan serbuk indikator alami ke dalam pelarut yang cocok misalnya dilarutkan dengan akuades. Setelah serbuk dilarutkan dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.
Ekstrak Bunga Mawar Merah
Ekstrak Bunga Rosela
Ekstrak Bunga Sepatu
Ekstrak Kubis Ungu
Gambar 4. Warna larutan pada Kondisi Asam dan Basa untuk Serbuk Indikator
yang dilarutkan (Pruetong, S., et al, 2009)
Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa indikator alami dapat dipreparasi dalam bentuk serbuk dan pada penggunaannya dapat dilakukan dengan melarutkan indikator tersebut sehingga terbentuk larutan yang homogen. Indikator ini cukup menunjukkan perubahan warna yang mencolok pada kondisi asam dan basa sehingga dapat digunakan sebagai indikator alami titrasi asam basa.

KESIMPULAN
Indikator alami titrasi asam basa dapat diperoleh dengan cara ekstraksi senyawa dari tumbuh-tumbuhan  penghasil zat warna. Senyawa-senyawa zat warna alami antara lain antosianin, betalain, biksin dan brasilin. Preparasi dan ekstraksi zat warna alami mempengaruhi karakter zat warna tersebut. Berdasarkan hasil kajian ini diperoleh bahwa preparasi indikator alami dapat dibuat dalam bentuk larutan yang diesktrak dengan pelarut yang tepat dan digunakan dalam bentuk larutan, kertas pH dan serbuk.  Indikator alami dalam bentuk kertas pH dan serbuk dapat digunakan relatif lebih lama daripada indikator alami dalam bentuk larutan.

DAFTAR PUSTAKA
Candra Ajityas Anggit Saputra, (2010), Karakterisasi Trayek ph dan Spektruk Absorpsi Ekstrak Kubis Ungu Kering (Brassica oleracea) sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa, Laporan Penelitian, FMIPA UNY: Yogyakarta
Chigurupati, N., Saiki, L., Geyser, C., Dash, K.A., (2002), Evaluation of Red Cabbage Dye as A Potential Natural Color for Pharmaceutical use, International of Journal Pharmaceutical 2002 July 25; 241(2): 293-299
Diyar Salahudin Ali, (2009), Identification of an Anthocyanin Compound from Strawberry Fruits then Using as An Indicator in Volumetric Analysis, Journal of Family Medicine, Vol 7 Issue 7
Kellar, (1999), Brazili, [online] www.Kellar.UPMC.EDU, diakses tanggal 10 Mei 2012
Pruetong, S., Saijeen, S., Thongfak, K., (2009), Study and Processing of Plant Extracts for Use as pH Indicators, International Conference on the Role of Universities in Hands-On Education Rajamangala University of Technology Lanna, Chiang-Mai, Thailand 23-29 August 2009
Regina Tutik Padmaningrum dan Das Salirawati, (2007), Pengembangan Prosedur Penentuan Kadar Asam Cuka secara Titrasi Asam Basa dengan Berbagai Indikator Alami(Sebagai Alternatif Praktikum Titrasi Asam Basa di SMA, Laporan Penelitian, FMIPA UNY: Yogyakarta
Samun, (2008), Koefisien Transfer Massa Volumetriks Ekstraksi Zat Warna Alami dari Rimpang Kunit (kurkuminoid) di dalam Tanki Berpengaduk, Jurnal Ekuilibrium Vol. 7 No. 1 Januari 2008: 17-21
Sanusi, (1993), Isolasi dan Identifikasi Zat Warna dari Caesalpinia Lignum, Majalah Kimia Balai Industri Ujung Pandang : Ujung Pandang
Siti Marwati, (2010), Aplikasi Beberapa Bunga Berwarna sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA FMIPA UNY, 15 Mei 2010
 Siti Marwati, (2011), Kestabilan warna Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea) sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA FMIPA UNY, 11 Mei 2011

Sudarshan, S., Bothara, S.B., Sangeeta,S., Roshan, P., Naveen, M., (2010), Pharmaceutical Character of Flower as Natural Indicator: Acid-Base, A Journal The Pharma Research Vol 4: 83-90
Yusraini Dian Inayati Siregar dan Nurlela, (2010), Ekstraksi dan Uji Stabilitas Warna Bunga Sepatu (Hibiscus rosasinencis) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdarifa),  Jurnal valensi vol 2 No. 3 (2011)

























kstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L)

Yusraini Dian Inayati Siregar, Nurlela Nurlela




Yusraini Dian Inayati Siregar, Nurlela Nurlela, Jurnal valensi vol 2 No. 3 (2011)








 THE PHARMA RESEARCH, A JOURNAL The Pharma Research (T. Ph. Res.), (2010), 4; 83-90. Copyright © 2009 by Sudarshan Publication Published on- 15 Dec 2010 Sudarshan Institute of Technical Education Pvt. Ltd. Original Article ISSN 0975-8216 PRELIMINARY PHARMACEUTICAL CHARACTERIZATION OF FLOWERS AS NATURAL INDICATOR: ACID-BASE INDICATOR SINGH SUDARSHAN 1*, BOTHARA S. B.2, SINGH SANGEETA 3, PATEL ROSHAN 4, MAHOBIA NAVEEN4









EKSTRAKSI DAN UJI KESTABILAN ZAT WARNA BETASIANIN DARI KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA ALAMI PANGAN
Bestari Pranutikagne, Erza (2009) EKSTRAKSI DAN UJI KESTABILAN ZAT WARNA BETASIANIN DARI KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA ALAMI PANGAN. In: Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Kimia FMIPA UNDIP , Jurusan Kimia UNDIP. (Unpublished)