EKSTRAKSI DAN PREPARASI ZAT WARNA ALAMI SEBAGAI
INDIKATOR TITRASI ASAM BASA
Siti Marwati
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY
Abstrak
Berbagai macam tumbuhan di Indonesia dapat
menghasilkan zat warna alami yang dapat digunakan sebagai indikator alami titrasi
asam basa khususnya kubis ungu(Brassica
oleracea), ubi ungu (Ipomea batatas),
bit merah (Beta vulgaris), bunga sepatu (Hibiscus
rosasinensis), bunga rosela (Hibiscus sabdarifa)
dan lain-lain. Zat warna dapat berfungsi
sebagai indikator alami jika memberikan perubahan warna yang mencolok pada
kondisi asam dan basa, mempunyai tingkat kecermatan dan keakuratan yang tinggi
jika diaplikasikan pada titrasi asam basa. Oleh karena itu diperlukan metode
preparasi dan ekstraksi yang tepat agar diperoleh suatu indikator yang baik.
Preparasi dan ekstraksi zat warna alami mempengaruhi karakter zat warna
tersebut. Berdasarkan hasil kajian ini diperoleh bahwa Indikator alami titrasi asam basa dapat diperoleh dengan cara ekstraksi
senyawa dari tumbuh-tumbuhan penghasil
zat warna. Senyawa-senyawa zat warna alami antara lain antosianin, betalain,
biksin dan brasilin. Preparasi indikator alami dapat dibuat dalam bentuk larutan yang
diesktrak dengan pelarut yang tepat dan digunakan dalam bentuk larutan, kertas
pH dan serbuk. Indikator alami dalam
bentuk kertas pH dan serbuk dapat digunakan relatif lebih lama daripada
indikator alami dalam bentuk larutan.
Kata Kunci: preparasi, ektraksi,
indikator alami
PENDAHULUAN
Indikator titrasi asam basa merupakan suatu zat yang digunakan
sebagai penanda terjadinya titik titrasi pada analisis volumetri khususnya
metode titrasi asam basa. Suatu zat dapat digunakan sebagai indikator titrasi
asam basa jika dapat merubah warna suatu larutan seiring dengan terjadinya
perubahan konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH. Biasanya indikator
titrasi asam basa merupakan suatu senyawa organik yang bersifat sebagai asam
lemah dan dapat mendonorkan ion hidrogen untuk molekul air membentuk basa
konjugat. Kondisi inilah yang dapat memberikan warna karakteristik pada
setiap penggunaan indikator titrasi asam basa.
Berbagai indikator titrasi asam basa telah banyak
digunakan. Indikator-indikator yang ada kebanyakan merupakan indikator sintetik
misalnya indikator fenol ptalein, metil jingga, metil merah, bromtimol biru dan
lain-lain. Berbagai indikator ini telah diketahui karakternya yaitu berupa
trayek pH yang ditunjukkan oleh perubahan warna pada kondisi asam dan basa
serta harga tetapan indikator. Karakter indikator ini dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan untuk menentukan indikator yang akan digunakan untuk titrasi
asam basa, sebagai contoh untuk titrasi asam kuat dan basa kuat paling tepat
menggunakan indikator fenol ptalein karena dapat memberikan perubahan warna
yang sangat jelas pada kondisi asam dan basa yaitu warna transparan pada
kondisi asam dan warna pink pada kondisi basa.
Meskipun indikator sintetik telah banyak digunakan,
eksplorasi indikator titrasi asam basa sampai saat ini masih dilakukan
khususnya penggunaan indikator alami. Indikator alami merupakan zat warna atau
pigmen yang dapat diisolasi dari
berbagai tumbuh-tumbuhan, jamur dan alga. Bagian tumbuhan yang paling banyak
menghasilkan warna adalah bagian bunga. Sebagai contoh warna merah, biru atau
ungu merupakan pigmen organik yang disebut antosianin yang dapat merubah warna
pada setiap perubahan pH (Shudarshan, S., et al,
2010). Untuk mendapatkan
zat warna dari suatu tumbuhan diperlukan metode yang tepat agar diperoleh zat
warna yang dapat berfungsi sebagai indikator alami titrasi asam basa.
Indikator alami yang diperoleh dari zat warna
tumbuh-tumbuhan khususnya bagian bunga mempunyai sifat spesifik yaitu mempunyai
trayek pH tetentu, mempunyai tingkat kecermatan dan keakuratan tertentu. Sifat
ini dipengaruhi oleh cara eketraksi dan preparasinya. Berdasarkan uraian di
atas maka artikel kajian ini akan mengulas tentang ektraksi dan preparasi zat
warna alami sebagai indikator titrasi asam basa. Kajian ini akan meninjau dari senyawa zat warna alami, bahan pengekstrak, metode ektraksi dan preparasinya
agar dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa.
Pembahasan
Zat Warna alami
Zat warna alami (natural dyes) adalah zat warna yang diperoleh dari alam khususnya dari
tumbuh-tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung. Setiap tanaman dapat
sebagai sumber zat warna alam karena mangandung pigmen. Potensi ini ditentukan
oleh intensitas warna yang dihasilkan dan sangat tergantung kepekaannya dalam
fungsinya sebagai indikator titrasi asam basa. Beberapa contoh zat warna yang
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Zat Warna Alami(Varnacol,
2010)
Warna
|
Sumber Utama
|
Senyawa Zat Warna
|
Merah keunguan
|
Kubis ungu (Brassica oleracea),
ubi ungu (Ipomea batatas), bunga
rosela(Hibiscus sabdariffa), bunga
sepatu (Hibiscus rosasinensis)
|
Antosianin
|
Merah
|
Umbi bit Merah (Beta Vulgaris)
|
Betalain
|
Orange
|
Biji Kesumba kling(Bixa ollerana)
|
Biksin
|
Orange
|
Kayu secang(Caesalpinia sappan)
|
Brazilin
|
Berdasarkan tabel
2.menunjukkan bahwa tumbuhan penghasil zat warna mengandung senyawa-senyawa
berwarna. Senyawa zat warna yang paling dominan penggunaanya sebagai indikator
titrasi asam basa adalah antosianin karena zat tersebut paling banyak diperoleh
dari bunga-bunga berwarna. Antosianin
mempunyai sifat larut dalam air membentuk zat warna. Dalam suasana asam
berwarna merah dan lebih stabil. Dalam suasana basa berwarna biru. (Siti Marwati,
2010). Antosianin dapat membentuk
senyawa-senyawa turunannya yaitu antosianidin, sianidin, pelargonidin,
petunidin, malvidin dan delfinidin. Antosianidin adalalah senyawa flavanoid secara struktur
termasuk kelompok flavon. Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin.
Nama ini berasal dari bahasa Yunani yaitu antho
berarti bunga, dan kyanos berarti
biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang
ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin,
sianidin yang terjadi sekitar 80 % dari pigmen daun tumbuhan, 69 % dari
buah-buahan dan 50 % dari bunga (Diyar
Salahudin Ali, 2009).
Selain antosianin, warna
merah juga dihasilkan dari senyawa betalain yang mengandung nitrogen dan larut
dalam air. Betalain terdiri dari senyawa betasantin dan betasianin. Betasantin
bersifat larut dalam air membentuk larutan berwarna merah. Stabil dalam larutan
panas (60 oC), cahaya dan udara terbuka. Senyawa tersebut lebih
stabil pada kondisi pH 3,5-5,0.(Varnacol, 2010). Pigmen betasantin berwarna
kuning dan betasianin berwarna ungu.
Warna orange dapat dihasilkan dari senyawa biksin yang
terdapat pada biji kesumba kling. Senyawa biksin sedikit larut dalam minyak
atau pelarut-pelarut organik seperti metanol. Senyawa biksin terdiri dari
Cis-biksin dan Cis-norbiksin. Cis-norbiksin larut dalam air khusunya pada
kondisi basa. Larutan norbiksin dapat terendapkan pada kondisi asam tetapi
struktur cis-norbiksin paling stabil
pada pH 3 (Varnacol, 2010).
Warna orange juga dapat
dihasilkan dari kayu secang yang mengandung senyawa brazilin. Brazilin
membentuk warna kekuningan pada larutan asam dan berwarna merah tua pada
larutan basa (Kellar, E. 1999). Brazilin akan cepat membentuk warna merah
jika terkena sinar matahari dan perubahan secara lambat karena pengaruh cahaya.
Oleh karena itu brazilin harus disimpan dalam tempat gelap. Brazilin yang
terdapat pada kayu secang dapat digunakan sebagai zat warna alami yang memberi
warna merah dan bersifat mudah larut dalam air panas(Sanusi, M. 1993).
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI
Pengambilan zat warna
alami dapat dilakukan dengan proses ektraksi. Proses ini melibatkan adanya
transfer massa dari padatan ke fasa cairan yang lebih dikenal dengan ektraksi
padat cair. Menurut Samun(2008),
peristiwa ekstraksi dapat dianggap sebagai transfer massa yang meliputi difusi
zat warna dari dalam padatan ke permukaan padatan, perpindahan massa zat warna
dari permukaan padatan ke cairan dan difusi zat warna di dalam cairan.
Penggunaan zat warna
alami sebagai indikator titrasi asam basa diawali dengan proses ekstraksi dari
tumbuh-tumbuhan misalnya pada bagian bunga. Bahan pengekstrak dalam hal
ektraksi padat cair disebut sebagai fasa cair antara lain akuades, akuades
panas, n-heksana, metanol, campuran metanol-HCl dan campuran etanol-air (Rastra
Bayu Kotama, 2008). Penggunaan fasa cair
ini disesuaikan dengan sifat-sifat senyawa dalam zat warna alami.
Ekstraksi dengan
menggunakan metanol dan direndam selama 2 jam telah dilakukan untuk mendapatkan
zat warna dari bunga rosela, bunga sepatu, bunga mawar merah dan kubis ungu.
Hasil ekstraksi menghasilkan warna merah pekat untuk bunga rosela, pink untuk
bunga sepatu, merah untuk bunga mawar merah dan merah keunguan untuk kubis ungu
(Pruetong, S., et al, 2009). Karakter berupa trayek pH juga dipengaruhi oleh
fasa cair yang digunakan pada proses ektraksi. Hal ini dapat dilihat contoh
perubahan warna untuk setiap perubahan pH (1-14) pada beberapa bunga berwarna
seperti pada Gambar 1)
![]()
Indikator Bunga Mawar
|
![]()
Indikator Bunga Rosela
|
![]()
Indikator Bunga Sepatu
|
![]()
Indikator Kubis Ungu
|
Gambar 1. Contoh Perubahan Warna
pada Setiap Perubahan pH pada Beberapa Indikator Alami (Pruetong, s., et al,
2009)
Ekstraksi yang telah
dilakukan untuk mendapatkan zat warna alami sebagai indikator titrasi asam basa
adalah ekstraksi melalui proses maserasi atau perendaman. Sebagai contoh
ekstraksi zat warna dari kubis ungu dapat dilakukan dengan aquades suhu 100 oC dan ditempatkan
pada botol gelap tertutup serta dibiarkan selama 24 jam
menghasilkan warna ekstrak biru keunguan dan trayek pH 3,4 – 6 (Regina Tutik
Padmaningrum, dkk, 2007). Kubis ungu
yang diekstrak dengan menggunakan campuran metanol dan HCl pekat sebanyak 1
% ditempatkan pada botol gelap tertutup
suhu 25 oC dapat menghasilkan warna ekstrak merah keunguan dan
trayek pH 6,8 – 7,2 (Chigurupati, N.,dkk., 2002). Kubis ungu yang telah
dikeringkan kemudian diekstrak dengan aquades suhu 100 oC
ditempatkan dalam botol gelap dan tertutup menghasilkan warna ekstrak merah pekat dan trayek pH 8,8 – 10,7 (Candra
Ajityas AS, 2010). Warna ekstrak yang berbeda-beda ini menunjukkan bahwa jenis
antosianin yang berperanan dalam menghasilkan warna merah dan biru dipengaruhi
oleh proses ekstraksinya.
Ekstraksi zat warna alami
juga dapat dilakukan pada bunga sepatu dan bunga rosela. Proses ekstraksi dapat
dilakukan dengan cara maserasi di dalam akuades panas suhu 90 oC
yang mengandung etanol 96%. Perendaman dilakukan selama 2 jam dan dipeoleh
warna merah. Hasil ekstraksi dapat berfungsi sebagai indikator alami titrasi
asam basa karena dapat berubah warna seiring dengan perubahan pH (Yusraini Dian
Inayati Siregar dan Nurlela, 2011)
Selain ektraksi
antosianin telah dilakukan pula ektraksi betasianin oleh Erza Bestari (2009).
Betasianin dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 80 % dengan cara
dimaserasi atau direndam. Warna yang dihasilkan adalah warna kuning yang stabil
pada pH 4,5. Secara umum proses
ekstraksi mempengaruhi warna yang dihasilkan dan karakter dari indikator
titrasi asam basa khususnya untuk karakter trayek pH.
PREPARASI
INDIKATOR ALAMI TITRASI ASAM BASA
Indikator titrasi asam
basa dapat disediakan dalam berbagai bentuk. Jika meninjau fungsi indikator
titrasi asam basa selain sebagai penanda titik akhir titrasi berfungsi
pula sebagai alat untuk membedakan suatu
larutan bersifat asam atau basa. Beberapa indikator baik indikator sintetik
maupun indikator alami, biasanya indikator titrasi asam basa disediakan dalam
bentuk larutan contoh indikator fenol ptalein. Selain dalam bentuk larutan,
telah dikenal pula kertas lakmus dan kertas pH yang dapat berfungsi sebagai
alat untuk membedakan larutan bersifat asam atau basa.
Seperti telah diketahui
bahwa indikator alami mempunyai kelemahan yaitu indikator alami dalam bentuk
larutan mudah rusak, larutan tidak tahan lama dan berbau tidak sedap. Hal ini
juga akan mempengaruhi tingkat kecermatan dan keakuratannya jika digunakan
sebagai indikator titrasi asam basa (Siti Marwati, 2010). Oleh karena itu
preparasi indikator alami titrasi asam basa perlu meninjau tingkat kestabilan
dari senyawa-senyawa zat warna yang terdapat dalam tumbuhan.
Berbagai upaya yang
dilakukan agar indikator alami titrasi asam basa dapat dipakai dalam waktu yang
lama adalah dengan menyimpan larutan pada kondisi senyawa tersebut lebih
stabil. Sebagai contoh agar kestabilan
warna ekstrak kubis ungu sebagai indikator alami titrasi asam basa relatif tinggi maka indikator tersebut
disimpan dalam bentuk larutan pada kondisi asam, dalam wadah gelap dan
tertutup. Agar indikator tersebut dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama
(kurang lebih 3 bulan) maka indikator tersebut disimpan pada temperatur 15 oC (Siti Marwati, 2011).
Indikator alami titrasi
asam basa dapat dipreparasi dalam bentuk kertas pH yang dapat dibuat dengan
mencelupkan kertas saring ke dalam ekstrak zat warna alam. Selanjutnya, kertas
tersebut dikeringanginkan sehingga diperoleh kertas yang berwarna tertentu. Sebagai
contoh kertas pH dari ekstrak bunga rosela berwarna merah, warna krem untuk
ekstrak bunga sepatu, warna merah keunguan untuk bunga mawar dan warna ungu
untuk kubis ungu (Pruetong, S., et al.2009). Setelah diperoleh kertas pH dapat
dicobakan dengan mencelupkan kertas tersebut ke dalam larutan asam dan larutan
basa. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
![]()
Kertas pH dari Ekstrak Bunga
Mawar Merah
|
![]()
Kertas pH dari Ekstrak Bunga
Rosela
|
![]()
Kertas pH dari Ekstrak Bunga
Sepatu
|
![]()
Kertas pH dari Ekstrak Kubis
Ungu
|
Gambar 2. Preparasi
Indikator Alami Titrasi asam Basa dalam Bentuk Kertas pH
Gambar 2 menunjukkan
bahwa indikator alami titrasi asam basa yang dipreparasi dalam bentuk kertas pH
dapat digunakan sebagai alat untuk menunjukkan suatu larutan bersifat asam atau
basa dan dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama jika disimpan dalam
tempat yang tidak terkena matahari secara langsung. Kelemahannya tidak dapat
menunjukkan harga pH secara pasti meskipun lebih mudah dan murah cara
preparasinya. Selain itu, preparasi indikator alami dalam bentuk kertas pH
dapat diaplikasikan untuk ekstrak zat warna lainnya selain seperti yang terlihat pada gambar 2.
Indikator alami titrasi
asam basa selain dipreparasi dalam bentuk kertas pH dan larutan dapat juga dipreparasi dalam bentuk serbuk (powder) agar dapat disimpan dalam waktu
yang lama dan tidak mudah rusak. Untuk membuat indikator alami dalam bentuk
serbuk dapat dilakukan dengan cara dikeringkan dengan oven pada suhu tertentu
dan tetap memperhatikan kestabilannya pada saat pengeringannya agar senyawa zat
warna alami tidak rusak. Preparasi ini memerlukan biaya yang relatif mahal
tetapi indikator dapat dipakai secara berulang. Contoh indikator alami titrasi
asam basa yang dipreparasi dalam bentuk serbuk dapat dilihat pada Gambar 3.
![]()
Serbuk Ekstrak Bunga Mawar
Merah
|
![]()
Serbuk Ekstrak bunga Rosela
|
![]()
Serbuk Ekstrak Bunga Sepatu
|
![]()
Serbuk Ekstrak Kubis Ungu
|
Gambar 3. Indikator Alami dalam
Bentuk Serbuk (Pruetong, S., et al, 2009)
Aplikasi
indikator alami titrasi asam basa dalam bentuk serbuk dapat dilakukan dengan
melarutkan serbuk indikator alami ke dalam pelarut yang cocok misalnya
dilarutkan dengan akuades. Setelah serbuk dilarutkan dapat digunakan sebagai
indikator titrasi asam basa. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.
![]()
Ekstrak
Bunga Mawar Merah
|
![]()
Ekstrak
Bunga Rosela
|
![]()
Ekstrak
Bunga Sepatu
|
![]()
Ekstrak
Kubis Ungu
|
Gambar
4. Warna larutan pada Kondisi Asam dan Basa untuk Serbuk Indikator
yang
dilarutkan (Pruetong, S., et al, 2009)
Berdasarkan
gambar 3 menunjukkan bahwa indikator alami dapat dipreparasi dalam bentuk
serbuk dan pada penggunaannya dapat dilakukan dengan melarutkan indikator
tersebut sehingga terbentuk larutan yang homogen. Indikator ini cukup
menunjukkan perubahan warna yang mencolok pada kondisi asam dan basa sehingga
dapat digunakan sebagai indikator alami titrasi asam basa.
KESIMPULAN
Indikator
alami titrasi asam basa dapat diperoleh dengan cara ekstraksi senyawa dari
tumbuh-tumbuhan penghasil zat warna. Senyawa-senyawa
zat warna alami antara lain antosianin, betalain, biksin dan brasilin. Preparasi dan ekstraksi zat warna alami mempengaruhi
karakter zat warna tersebut. Berdasarkan hasil kajian ini diperoleh bahwa
preparasi indikator alami dapat dibuat dalam bentuk larutan yang diesktrak
dengan pelarut yang tepat dan digunakan dalam bentuk larutan, kertas pH dan
serbuk. Indikator alami dalam bentuk
kertas pH dan serbuk dapat digunakan relatif lebih lama daripada indikator
alami dalam bentuk larutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Candra Ajityas Anggit Saputra, (2010), Karakterisasi
Trayek ph dan Spektruk Absorpsi Ekstrak Kubis Ungu Kering (Brassica oleracea)
sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa, Laporan Penelitian, FMIPA UNY:
Yogyakarta
Chigurupati, N., Saiki, L., Geyser, C., Dash, K.A.,
(2002), Evaluation of Red Cabbage Dye as A Potential Natural Color for
Pharmaceutical use, International of
Journal Pharmaceutical 2002 July 25; 241(2): 293-299
Diyar Salahudin Ali,
(2009), Identification
of an Anthocyanin Compound from Strawberry Fruits then Using as An Indicator in
Volumetric Analysis, Journal of Family Medicine, Vol 7 Issue 7
Pruetong, S., Saijeen,
S., Thongfak, K., (2009), Study and
Processing of Plant Extracts for Use as pH Indicators, International Conference on
the Role of Universities in Hands-On Education Rajamangala University of
Technology Lanna, Chiang-Mai, Thailand 23-29 August 2009
Regina Tutik Padmaningrum dan Das Salirawati, (2007), Pengembangan Prosedur Penentuan Kadar Asam
Cuka secara Titrasi Asam Basa dengan Berbagai Indikator Alami(Sebagai
Alternatif Praktikum Titrasi Asam Basa di SMA, Laporan Penelitian, FMIPA UNY:
Yogyakarta
Samun, (2008), Koefisien Transfer Massa
Volumetriks Ekstraksi Zat Warna Alami dari Rimpang Kunit (kurkuminoid) di dalam
Tanki Berpengaduk, Jurnal Ekuilibrium
Vol. 7 No. 1 Januari 2008: 17-21
Sanusi, (1993), Isolasi dan Identifikasi Zat Warna
dari Caesalpinia Lignum, Majalah Kimia Balai Industri Ujung Pandang : Ujung
Pandang
Siti Marwati, (2010), Aplikasi Beberapa Bunga
Berwarna sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA FMIPA UNY, 15 Mei 2010
Siti Marwati,
(2011), Kestabilan warna Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea) sebagai Indikator Alami Titrasi
Asam Basa, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA FMIPA UNY, 11 Mei 2011
Sudarshan, S., Bothara, S.B., Sangeeta,S.,
Roshan, P., Naveen, M., (2010), Pharmaceutical
Character of Flower as Natural Indicator: Acid-Base, A Journal The Pharma Research Vol 4: 83-90
Yusraini Dian Inayati Siregar dan Nurlela, (2010), Ekstraksi
dan Uji Stabilitas Warna Bunga Sepatu (Hibiscus rosasinencis) dan Bunga
Rosela (Hibiscus sabdarifa), Jurnal valensi vol 2 No. 3 (2011)
kstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L)
Yusraini Dian Inayati Siregar, Nurlela Nurlela
Yusraini
Dian Inayati Siregar, Nurlela Nurlela, Jurnal valensi vol 2 No. 3 (2011)
THE
PHARMA RESEARCH, A JOURNAL The Pharma Research (T. Ph. Res.), (2010), 4; 83-90.
Copyright © 2009 by Sudarshan Publication Published on- 15 Dec 2010 Sudarshan
Institute of Technical Education Pvt. Ltd. Original Article ISSN 0975-8216 PRELIMINARY
PHARMACEUTICAL CHARACTERIZATION OF FLOWERS AS NATURAL INDICATOR: ACID-BASE
INDICATOR SINGH SUDARSHAN 1*, BOTHARA S. B.2, SINGH SANGEETA 3, PATEL ROSHAN 4, MAHOBIA NAVEEN4
EKSTRAKSI DAN UJI KESTABILAN ZAT WARNA BETASIANIN DARI KULIT
BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA ALAMI
PANGAN
Bestari Pranutikagne, Erza (2009) EKSTRAKSI DAN UJI
KESTABILAN ZAT WARNA BETASIANIN DARI KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)
SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PEWARNA ALAMI PANGAN. In: Seminar Tugas Akhir S1
Jurusan Kimia FMIPA UNDIP , Jurusan Kimia UNDIP. (Unpublished)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar